cerita perjuangan memang tidak ada habisnya bila dikupas. selalu saja ada hal baru yang muncul seakan baru diketahui. padahal cerita aslinya sengaja ditutupi atau memang tak pernah terdengar oleh sejarah untuk dibagikan sebagai suatu pencerahan. satu cerita yang paling saya ingat adalah cerita tentang pendiri bangsa Indonesia, Ir. Soekarno, yang pernah dilema, mengenai gerakan kudeta yang dilakukan Soeharto untuk menjatuhkan kekuasaannya sebagai pemimpin berpengaruh di negeri yang baru saja merdeka pada waktu itu.
saya pernah bertanya pada seseorang yang menceritakan sejarah itu, mengapa Soekarno tidak menghabisi Soeharto saja? jelas-jelas Soeharto telah melakukan tindakan kudeta yang membahayakan bangsa. di samping itu, yang saya tahu, Soekarno juga mengetahui siapa dalang di belakang Soeharto yang berani menggerakkannya untuk melawan dirinya. Bila semua itu sudah jelas akan menghancurkan sebuah tatanan bangsa yang sudah diupayakan agar bisa mandiri dan tidak bergantung pada negara-negara adikuasa jaman itu, mengapa Soekarno tidak melakukan perlawanan terhadap Soeharto??
Jawaban yang saya terima pada waktu itu adalah dilema Soekarno itu beralasan, sebab bila hal itu dilakukannya terhadap Soeharto, maka politik adu domba, devide et impera yang direncanakan pihak-pihak musuhnya akan berhasil terjadi di negara ini. pertumpahan darah antar anak bangsa sendiri pasti terjadi dan itu akan menimbulkan disintegrasi bangsa, ketegangan akan merebak dimana-mana. saat itu, musuh pasti akan dengan mudah memecah belah persatuan yang sudah susah payah dibangun oleh para pejuang negara ini dengan darah dan airmata. karena alasan ini, Soekarno berpikir sangat dalam tentang memutuskan yang terbaik bagi bangsa Indonesia.
setelah mendengar alasan di atas, otak saya seperti terbelah, pikiran saya seakan membesar bak negarawan. alasan itu mengajak saya memasuki dunia dimana saya harus meninggalkan identitas diri saya sebagai pribadi yang hanya berpikir tentang kepentingan diri sendiri dan hidup saya sendiri. alasan itu telah membawa saya untuk melihat diri saya sebagai sosok warga negara Indonesia, sosok yang hanya bisa dimiliki oleh jiwa-jiwa yang sudah tidak mementingkan kepentingan dirinya sendiri. saya sebagai warga negara Indonesia bukanlah individu, melainkan sebagai suatu kesadaran yang melampaui suku, agama, ras dan golongan saya. saya sebagai warga negara Indonesia adalah orang yang harus bertanggung jawab atas situasi dan kondisi yang terjadi dalam negara Indonesia ini.
Soekarno dulu saya puja hanya sebagai pendiri negara saja, seorang manusia yang punya jasa ikut dalam perjuangan dan memerdekakan negara Indonesia ini. namun semakin bertumbuh dalam usia, saya semakin melihat nilai kedalaman seorang negarawan besar yang benar-benar telah meninggalkan identitas individunya sendiri dan memberikannya pada sebuah negara Indonesia sebagai penjaga paling setia dan berwibawa. Figur dan karakter Soekarno dalam melihat, menyadari dan mengerti apa artinya sebuah negara bernama Indonesia ini seakan hilang dan lenyap setelah ia merelakan dirinya menjadi tumbal jaman untuk menghindari pertumpahan darah sesama anak bangsa.
apakah mungkin para politikus dan negarawan yang duduk di pemerintahan Indonesia sekarang ini mempunyai dasar kedalaman batin seperti Soekarno? apakah mereka bisa meninggalkan identitas mereka sebagai individu ketika bekerja sebagai wakil dari warga negara Indonesia yang berada di pulau-pulau terpisah ini? Suku, Agama, Ras dan Antar golongan kini mengemuka menjadi pertikaian dimana-mana. politik SARA menurut saya adalah nama lain dari politik adu domba, politik devide et empera di jaman penjajahan Belanda dan Sekutu. mudah-mudahan kita cepat untuk menyadari tentang arti sebuah negara Indonesia, arti menjadi warga negara Indonesia dan meninggalkan identitas individu kita dalam bentuk SARA itu agar tidak mudah di adu domba dan kembali pada misi visi awal pendirian negara paling kaya Sumber Daya Alam nya ini, untuk mensejahterakan rakyat Indonesia, menjadikan negara Indonesia sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila yang dipuja oleh masyarakat dunia sebagai falsafah hebat dan luar biasa.
artikel ini merupakan saduran dari kompasiana
saya pernah bertanya pada seseorang yang menceritakan sejarah itu, mengapa Soekarno tidak menghabisi Soeharto saja? jelas-jelas Soeharto telah melakukan tindakan kudeta yang membahayakan bangsa. di samping itu, yang saya tahu, Soekarno juga mengetahui siapa dalang di belakang Soeharto yang berani menggerakkannya untuk melawan dirinya. Bila semua itu sudah jelas akan menghancurkan sebuah tatanan bangsa yang sudah diupayakan agar bisa mandiri dan tidak bergantung pada negara-negara adikuasa jaman itu, mengapa Soekarno tidak melakukan perlawanan terhadap Soeharto??
Jawaban yang saya terima pada waktu itu adalah dilema Soekarno itu beralasan, sebab bila hal itu dilakukannya terhadap Soeharto, maka politik adu domba, devide et impera yang direncanakan pihak-pihak musuhnya akan berhasil terjadi di negara ini. pertumpahan darah antar anak bangsa sendiri pasti terjadi dan itu akan menimbulkan disintegrasi bangsa, ketegangan akan merebak dimana-mana. saat itu, musuh pasti akan dengan mudah memecah belah persatuan yang sudah susah payah dibangun oleh para pejuang negara ini dengan darah dan airmata. karena alasan ini, Soekarno berpikir sangat dalam tentang memutuskan yang terbaik bagi bangsa Indonesia.
setelah mendengar alasan di atas, otak saya seperti terbelah, pikiran saya seakan membesar bak negarawan. alasan itu mengajak saya memasuki dunia dimana saya harus meninggalkan identitas diri saya sebagai pribadi yang hanya berpikir tentang kepentingan diri sendiri dan hidup saya sendiri. alasan itu telah membawa saya untuk melihat diri saya sebagai sosok warga negara Indonesia, sosok yang hanya bisa dimiliki oleh jiwa-jiwa yang sudah tidak mementingkan kepentingan dirinya sendiri. saya sebagai warga negara Indonesia bukanlah individu, melainkan sebagai suatu kesadaran yang melampaui suku, agama, ras dan golongan saya. saya sebagai warga negara Indonesia adalah orang yang harus bertanggung jawab atas situasi dan kondisi yang terjadi dalam negara Indonesia ini.
Soekarno dulu saya puja hanya sebagai pendiri negara saja, seorang manusia yang punya jasa ikut dalam perjuangan dan memerdekakan negara Indonesia ini. namun semakin bertumbuh dalam usia, saya semakin melihat nilai kedalaman seorang negarawan besar yang benar-benar telah meninggalkan identitas individunya sendiri dan memberikannya pada sebuah negara Indonesia sebagai penjaga paling setia dan berwibawa. Figur dan karakter Soekarno dalam melihat, menyadari dan mengerti apa artinya sebuah negara bernama Indonesia ini seakan hilang dan lenyap setelah ia merelakan dirinya menjadi tumbal jaman untuk menghindari pertumpahan darah sesama anak bangsa.
apakah mungkin para politikus dan negarawan yang duduk di pemerintahan Indonesia sekarang ini mempunyai dasar kedalaman batin seperti Soekarno? apakah mereka bisa meninggalkan identitas mereka sebagai individu ketika bekerja sebagai wakil dari warga negara Indonesia yang berada di pulau-pulau terpisah ini? Suku, Agama, Ras dan Antar golongan kini mengemuka menjadi pertikaian dimana-mana. politik SARA menurut saya adalah nama lain dari politik adu domba, politik devide et empera di jaman penjajahan Belanda dan Sekutu. mudah-mudahan kita cepat untuk menyadari tentang arti sebuah negara Indonesia, arti menjadi warga negara Indonesia dan meninggalkan identitas individu kita dalam bentuk SARA itu agar tidak mudah di adu domba dan kembali pada misi visi awal pendirian negara paling kaya Sumber Daya Alam nya ini, untuk mensejahterakan rakyat Indonesia, menjadikan negara Indonesia sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila yang dipuja oleh masyarakat dunia sebagai falsafah hebat dan luar biasa.
artikel ini merupakan saduran dari kompasiana
ConversionConversion EmoticonEmoticon